MAKALAH
KIMIA FARMASI
ANALISIS LANJUT
“KROMATIGRAFI CAIR KINERJA TINGGI”
Disusun oleh :
Kelompok : 7 (Tujuh)
Nama Kelompok :
1.
Ahmad Saeful Bahri (15040006)
2.
Dewi Sartika (15040016)
3.
Herdina Siswan Lucky (15040028)
4.
Komarudin (15040033)
5.
Kusniah Asih Rahayu (15040034)
6.
Nurkholipah (15040048)
PROGRAM STUDI STRATA
1
JURUSAN FARMASI
SEKOLAH TINGGI
FARMASI MUHAMMADIYAH
TANGERANG
2016/2017
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Kimia Farmasi Analisis Lanjut Tentang
Kromatigrafi Cair
Kinerja Tinggi
Makalah Kimia Farmasi Analisis Lanjut Tentang
Kromatigrafi Cair
Kinerja Tinggi ini telah kami
susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga
dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah Kimia Farmasi Analisis Lanjut ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah Kimia Farmasi
Analisis Lanjut Tentang Kromatigrafi Cair
Kinerja Tinggi dapat
memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Tangerang,
15
Mei
2017
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1
Latar belakang .......................................................................................... 1
1.2
Tujuan ....................................................................................................... 2
BAB II TIJAUAN PUSTAKA ............................................................... 3
2.1
Dasar Teori ................................................................................................ 3
2.2
Jenis-Jenis HPLC
..................................................................................... 4
2.3
Instrumen HPLC ...................................................................................... 7
2.4
Kelebihan dan Kekurangan
...................................................................... 10
2.5
Keuntungan HPLC ................................................................................... 11
2.6
HPLC dalam Farmasi
............................................................................... 12
BAB III JURNAL .............................................................................................. 14
3.1
Pengertian ................................................................................................. 14
a. cabai (Capsicum annum L)................................................................... 14
b. Klasifikasi cabai.................................................................................... 14
c. Kapsaisin............................................................................................... 14
d. Struktur Kapsaisin................................................................................ 15
BAB IV METODELOGI ................................................................................... 17
4.1
Alat dan Bahan............................................................................................ 17
4.2
Prosedur Kerja............................................................................................. 17
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................... 19
5.1
Hasil Pengujian............................................................................................ 19
5.2
Preparasi Sempel.......................................................................................... 20
5.3
Pembahasan................................................................................................. 22
BAB VI PENUTUP............................................................................................... 23
6.1
Kesimpulan.................................................................................................. 23
6.2
Saran............................................................................................................ 24
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... .. 25
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Kromatografi
adalah istilah umum untuk berbagai cara pemisahan berdasarkan partisi cuplikan
antara fasa yang bergerak, dapat berupa gas atau zat cair, dan fasa diam, dapat
berupa zat cair atau zat padat. Kita biasanya menganggap Tswett sebagai penemu
kromatografi, yang pada tahun 1903 menguraikan karyanya mengenai pemakaian
kolom kapur untuk memisahkan pigmen dalam daun. Istilah ‘kromatografi’ dipakai
oleh Tswett untuk menggambarkan daerah berwarna yang bergerak ke bagian bawah
kolom.
Kromatografi
merupakan suatu cara pemisahan unsur-unsur yang akan dipisahkan
terdistribusikan antara dua fasa, satu dari fasa-fasa ini membentuk suatu
lapisan stasioner dengan luas permukaan yang besar dan yang lainnya merupakan
cairan yang merembes lewat atau melalui fase yang stasioner. Fasa stasioner mungkin suatu
zat padat atau suatu cairan, dan fasa yang bergerak mungkin suatu cairan atau
suatu gas. Maka semua jenis kromatografi yang dikenal, terbagi menjadi empat
golongan: cair-padat, gas-padat, cair-cair, dan gas-cair.
Pembahasan
teknik kromatografi modern, baru lengkap bila disebut kromatografi
cairan kinerja tinggi (HPLC). Kromatografi cairan kolom
klasik merupakan prosedur pemisahan yang sudah mapan dalam mana fase
cair yang mobil mengalir lambat-lambat lewat kolom karena gravitasi. Umumnya
metode itu dicirikan oleh efisiensi kolom yang rendah dan waktu pemisahan yang
lama. Namun sejak kira-kira tahun 1969, perhatian dalam teknik kolom cairan hidup
kembali dengan sangat mencolok karena dikembangkannya sistem tekanan tinggi
oleh Kirchland dan Huber, yang bekerja pada tekanan sampai 2,07 x 107 Nm-2 (3000
p.s.i). Dalam metode ini digunakan kolom berdiameter kecil (1-3 mm) dan eluen
dipompakan ke dalamnya dengan laju alir yang tinggi (sekitar 1-5 cm3m-1).
Pemisahan dengan metode ini dilakukan jauh lebih cepat (sekitar 100 kali lebih
cepat) daripada dengan kromatografi cairan yang biasa. Meskipun peralatan yang
tersedia di pasar dewasa ini agak mahal, HPLC telah terbukti luas penggunaannya
dalam kimia organik.
1.2
TUJUAN
1.
Mengetahui Pengertian HPLC
2.
Mengetahui Jenis- jenis HPLC
3.
Mengetahui Instrument HPLC
4.
Mengetahui Prinsip kerja HPLC
5.
Mengetahui Manfaat Penggunaan HPLC
6.
Mengetahui Kelebihan dan Kekurangan HPLC
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
DASAR TEORI
a. Sejarah
Kromatografi
Kromatografi adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk
bermacam-macam teknik pemisahan yang didasarkan atas partisi sampel diantara
suatu fasa gerak yang bisa berupa gas ataupun cair dan fasa
diam yang juga bisa berupa cairan ataupun suatu padatan. Penemu kromatografi
adalah Tswett yang pada tahun 1903, mencoba memisahkan pigmen-pigmen dari daun
dengan menggunakan suatu kolom yang berisi kapur (CaSO4). lstilah kromatografi
diciptakan oleh Tswett untuk melukiskan daerah-daerah yang berwarna yang
bergerak kebawah kolom. Pada waktu yang hampir bersamaan, D.T. Day juga
menggunakan kromatografi untuk memisahkan fraksi-fraksi petroleum, namun Tswett
lah yang pertama diakui sebagai penemu dan yang menjelaskan tentang proses
kromatografi. Penyelidikan tentang kromatografi kendor untuk beberapa tahun
sampai digunakan suatu teknik dalam bentuk kromatografi padatan cair (LSC).
Kemudian pada akhir tahun 1930-an dan
permulaan tahun 1940-an, kromatografi mulai berkembang. Dasar kromatografi lapisan tipis
(TLC) diletakkan pada tahun 1938 oleh Izmailov dan Schreiber, dan kemudian
diperhalus oleh Stahl pada tahun 1958.
Hasil karya yang baik sekali dari Martin dan Synge pada tahun 1941
(untuk ini mereka memenangkan Nobel) tidak hanya mengubah dengan cepat kromatografi
cair tetapi seperangkat umum langkah untuk pengembangan kromatografi gas dan
kromatografi kertas. Pada tahun 1952 Martin dan James mempublikasikan makalah
pertama mengenai kromatografi gas. Diantara tahun 1952 dan akhir tahun 1960-an
kromatografi gas dikembangkan menjadi suatu teknik analisis yang canggih.
Kromatografi cair, dalam praktek ditampilkan dalam kolom gelas berdiameter
besar, pada dasamya dibawah kondisi atmosfer. Waktu analisis lama dan segala
prosedur biasanya sangat membosankan. Pada akhir tahun 1960-an,
semakin banyak usaha dilakukan untuk pengembangan kromatografi cair sebagai
suatu teknik mengimbangi kromatografi gas. High Performance Liquid
Chromatography (HPLC) atau Kromatografi Cair Penampilan Tinggi atau High Performance
= Tekanan atau Kinerja Tinggi, High Speed = Kecepatan Tinggi dan Modern =
moderen) telah berhasil dikembangkan dari usaha ini. Kemajuan dalam keduanya
instrumentasi dan pengepakan kolom terjadi dengan cepatnya sehingga sulit untuk
mempertahankan suatu bentuk hasil keahlian membuat instrumentasi dan pengepakan
kolom dalam keadaan tertentu. Tentu saja, saat ini dengan teknik yang sudah
matang dan dengan cepat KCKT mencapai suatu keadaan yang sederajat dengan
kromatografi gas.
Ciri teknik ini adalah penggunaan tekanan tinggi untuk mengirim
fase gerak ke dalam kolom. Dengan memberikan tekanan tinggi, laju dan efisiensi
pemisahan dapat ditingkatkan dengan besar. Kromtografi penukaran ion telah
berhasil digunakan untuk analisis kation, anion dan ion organik.
Kromatografi cair berperforma tinggi (high performance liquid
chromatography, HPLC) merupakan salah satu teknik kromatografi untuk zat cair yang biasanya disertai dengan tekanan tinggi.
HPLC digunakan untuk memisahkan molekul berdasarkan
perbedaan afinitasnya terhadap zat padat tertentu. Cairan yang akan dipisahkan
merupakan fasa cair dan zat padatnya merupakan fasa diam (stasioner). Teknik
ini sangat berguna untuk memisahkan beberapa senyawa sekaligus karena setiap
senyawa mempunyai afinitas selektif antara fasa diam tertentu dan fasa gerak
tertentu. Dengan bantuan detector serta integrator kita akan mendapatkan
kromatogram. Kromatogram memuat waktu tambat serta tinggi puncak suatu senyawa.
2.2 JENIS- JENIS HPLC/KCKT
Pemisahan dengan HPLC dapat dilakukan dengan fase normal (jika fase diamnya
lebih polar dibanding dengan fase geraknya) atau fase terbalik (jika fase
diamnya kurang non polar dibanding dengan fase geraknya). Berdasarkan pada
kedua pemisahan ini, sering kali HPLC dikelompokkan menjadi HPLC fase normal
dan HPLC fase terbalik. Selain klasifikasi di atas, HPLC juga dapat
dikelompokkan berdasarkan pada sifat fase diam dan atau berdasarkan pada
mekanisme sorpsi solut, dengan jenis-jenis HPLC sebagai berikut:
1.
Kromatografi
Adsorbsi
Prinsip kromatografi adsorpsi telah diketahui
sebagaimana dalam kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis. Pemisahan kromatografi adsorbsi biasanya menggunakan fase normal dengan
menggunakan fase diam silika gel dan alumina, meskipun demikian sekitar 90%
kromatografi ini memakai silika sebagai fase diamnya. Pada silika dan alumina
terdapat gugus hidroksi yang akan berinteraksi dengan solut. Gugus silanol pada
silika mempunyai reaktifitas yang berbeda, karenanya solut dapat terikat secara
kuat sehingga dapat menyebabkan puncak yang berekor.
2.
Kromatografi fase terikat (Kromatografi Partisi)
Kebanyakan fase diam
kromatografi ini adalah silika yang dimodifikasi secara kimiawi atau fase
terikat. Sejauh ini yang digunakan untuk memodifikasi silika adalah
hidrokarbon-hidrokarbon non-polar seperti dengan oktadesilsilana, oktasilana,
atau dengan fenil. Fase diam yang paling populer digunakan adalah
oktadesilsilan (ODS atau C18) dan kebanyakan pemisahannya adalah fase terbalik.
Sebagai fase gerak adalah campuran
metanol atau asetonitril dengan air atau dengan larutan bufer. Untuk solut yang
bersifat asam lemah atau basa lemah, peranan pH sangat krusial karena
kalau pH fase gerak tidak diatur maka solut akan mengalami ionisasi atau
protonasi. Terbentuknya spesies yang terionisasi ini menyebabkan ikatannya
dengan fase diam menjadi lebih lemah dibanding jika solut dalam bentuk spesies
yang tidak terionisasi karenanya spesies yang mengalami ionisasi akan terelusi
lebih cepat.
3.
Kromatografi penukar ion
HPLC penukar ion menggunakan
fase diam yang dapat menukar kation atau anion dengan suatu fase gerak. Ada
banyak penukar ion yang beredar di pasaran, meskipun demikian yang paling luas
penggunaannya adalah polistiren resin. Kebanyakan pemisahan kromatografi ion dilakukan
dengan menggunakan media air karena sifat ionisasinya. Dalam beberapa hal
digunakan pelarut campuran misalnya air-alkohol dan juga pelarut organik.
Kromatografi penukar ion dengan fase gerak air, retensi puncak dipengaruhi oleh
kadar garam total atau kekuatan ionik serta oleh pH fase gerak. Kenaikan kadar
garam dalam fase gerak menurunkan retensi solut. Hal ini disebabkan oleh
penurunan kemampuan ion sampel bersaing dengan ion fase gerak untuk gugus
penukar ion pada resin.
4.
Kromatografi Pasangan ion
Kromatografi pasangan ion juga
dapat digunakan untuk pemisahan sampel-sampel ionik dan mengatasi
masalah-masalah yang melekat pada metode penukaran ion. Sampel ionik ditutup
dengan ion yang mempunyai muatan yang berlawanan.
5.
Kromatografi Eksklusi Ukuran
Kromatografi ini disebut juga
dengan kromatografi permiasi gel dan dapat digunakan untuk memisahkan atau
menganalisis senyawa dengan berat molekul > 2000 dalton. Fase diam yang
digunakan dapat berupa silika atau polimer yang bersifat porus sehingga solut dapat
melewati porus (lewat diantara partikel), atau berdifusi lewat fase diam.
Molekul solut yang mempunyai BM yang jauh lebih besar, akan terelusi terlebih
dahulu, kemudian molekul-molekul yang ukuran medium, dan terakhir adalah
molekul yang jauh lebih kecil. Hal ini disebabkan solut dengan BM yang besar
tidak melewati porus, akan tetapi lewat diantara partikel fase diam. Dengan
demikian, dalam pemisahan dengan eksklusi ukuran ini tidak terjadi interaksi
kimia antara solut dan fase diam seperti tipe kromatografi yang lain.
6.
Kromatografi Afinitas
Dalam kasus ini, pemisahan
terjadi karena interaksi-interaksi biokimiawi yang sangat spesifik. Fase diam
mengandung gugus-gugus molekul yang hanya dapat menyerap sampel jika ada
kondisi-kondisi yang terkait dengan muatan dan sterik tertentu pada sampel yang
sesuai (sebagaimana dalam interaksi antara antigen dan antibodi). Kromatografi
jenis ini dapat digunakan untuk mengisolasi protein (enzim) dari campuran yang
sangat kompleks.
2.3
INSTRUMENT KCKT
Komponen-komponen
penting dari KCKT dapat dilihat pada Gambar
1. Pompa (Pump)
Fase gerak dalam KCKT adalah suatu
cairan yang bergerak melalui kolom. Ada dua tipe pompa yang digunakan, yaitu
kinerja konstan (constant pressure) dan pemindahan konstan (constant
displacement). Pemindahan konstan dapat dibagi menjadi dua, yaitu: pompa
reciprocating dan pompa syringe. Pompa reciprocating menghasilkan suatu aliran
yang berdenyut teratur (pulsating), oleh karena itu
membutuhkan peredam pulsa atau peredam elektronik untuk, menghasilkan garis
dasar (base line) detektor yang stabil, bila detektor sensitif terhadapan
aliran. Keuntungan utamanya ialah ukuran reservoir tidak terbatas. Pompa
syringe memberikan aliran yang tidak berdenyut, tetapi reservoirnya terbatas.
2. Injektor (injector)
Sampel yang akan dimasukkan ke bagian ujung kolom, harus dengan
disturbansi yang minimum dari material kolom. Ada dua model umum :
a.
Stopped
Flow
b.
Solvent
Flowing
Ada
tiga tipe dasar injektor yang dapat digunakan :
1)
Stop-Flow:
Aliran dihentikan, injeksi dilakukan pada kinerja atmosfir, sistem tertutup,
dan aliran dilanjutkan lagi. Teknik ini bisa digunakan karena difusi di dalam
cairan kecil clan resolusi tidak dipengaruhi
2)
Septum:
Septum yang digunakan pada KCKT sama dengan yang digunakan pada Kromtografi
Gas. Injektor ini dapat digunakan pada kinerja sampai 60 - 70 atmosfir. Tetapi
septum ini tidak tahan dengan semua pelarut-pelarut Kromatografi Cair.Partikel
kecil dari septum yang terkoyak (akibat jarum injektor) dapat menyebabkan
penyumbatan.
3)
Loop
Valve: Tipe injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi volume lebih besar
dari 10 µ dan dilakukan dengan cara automatis (dengan menggunakan adaptor yang
sesuai, volume yang lebih kecil dapat diinjeksifan secara manual). Pada posisi
LOAD, sampel diisi kedalam loop pada kinerja atmosfir, bila VALVE difungsikan,
maka sampel akan masuK ke dalam kolom.
3. Kolom (Column)
Kolom adalah jantung kromatografi.
Berhasil atau gagalnya suatu analisis tergantung pada pemilihan kolom dan
kondisi percobaan yang sesuai. Kolom dapat dibagi menjadi dua kelompok :
a.
Kolom
analitik : Diameter dalam 2 -6 mm. Panjang kolom tergantung pada jenis material
pengisi kolom. Untuk kemasan pellicular, panjang yang digunakan adalah 50 -100
cm. Untuk kemasan poros mikropartikulat, 10 -30 cm. Dewasa ini ada yang 5 cm.
b.
Kolom
preparatif: umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih besar dan panjang kolom
25 -100 cm.
Kolom umumnya dibuat dari stainlesteel dan biasanya dioperasikan
pada temperatur kamar, tetapi bisa juga digunakan temperatur lebih tinggi,
terutama untuk kromatografi penukar ion dan kromatografi eksklusi. Pengepakan
kolom tergantung pada model KCKT yang digunakan (Liquid Solid Chromatography,
LSC; Liquid Liquid Chromatography, LLC; Ion Exchange Chromatography, IEC,
Exclution Chromatography, EC)
4. Detektor (Detector) .
Suatu detektor dibutuhkan untuk
mendeteksi adanya komponen sampel di dalam kolom (analisis kualitatif) dan
menghitung kadamya (analisis kuantitatif).Detektor yang baik memiliki
sensitifitas yang tinggi, gangguan (noise) yang rendah, kisar respons linier
yang luas, dan memberi respons untuk semua tipe senyawa. Suatu kepekaan yang
rendah terhadap aliran dan fluktuasi temperatur sangat diinginkan, tetapi tidak
selalu dapat diperoleh.
Detektor KCKT yang umum digunakan
adalah detektor UV 254 nm. Variabel panjang gelombang dapat digunakan untuk
mendeteksi banyak senyawa dengan range yang lebih luas. Detektor indeks
refraksi juga digunakan secara luas, terutama pada kromatografi eksklusi,
tetapi umumnya kurang sensitif jika dibandingkan dengan detektor UV.
Detektor-detektor lainnya antara lain: Detektor Fluorometer -Detektor
Spektrofotometer Massa Detektor lonisasi nyala -Detektor Refraksi lndeks
Detektor Elektrokimia -Detektor Reaksi Kimia.
5. Elusi Gradien
Elusi Gradien didefinisikan sebagai
penambahan kekuatan fasa gerak selama analisis kromatografi berlangsung. Efek
dari Elusi Gradien adalah mempersingkat waktu retensi dari senyawa-senyawa yang
tertahan kuat pada kolom. Dasar-dasar elusi gradien dijelaskan oleh Snyder.
Elusi Gradien menawarkan beberapa keuntungan :
a.
Total
waktu analisis dapat direduksi
b.
Resolusi
persatuan waktu setiap senyawa dalam campuran bertambah
c.
Ketajaman
Peak bertambah (menghilangkan tailing)
d.
Efek
sensitivitas bertambah karena sedikit variasi pada peak
Gradien dapat dihentikan sejenak
atau dilanjutkan. Optimasi Gradien dapat dipilih dengan cara trial and error. Dalam
praktek, gradien dapat diformasi sebelum dan sesudah pompa.
2.4
KELEBIHAN DAN KEKURANGAN KCKT
1. KELEBIHAN
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High Pressure Liquid Chromatography
(HPLC) merupakan salah satu metode kimia dan fisikokimia. KCKT termasuk metode
analisis terbaru yaitu suatu teknik kromatografi dengan fasa gerak cairan dan fasa diam cairan atau padat.
Banyak kelebihan metode ini jika dibandingkan dengan metode lainnya (Done dkk,
1974; Snyder dan Kirkland, 1979; Hamilton dan Sewell, 1982; Johnson dan
Stevenson, 1978). Kelebihan itu antara lain:
a.
Mampu
memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran
b.
Mudah
melaksanakannya
c.
Kecepatan
analisis dan kepekaan yang tinggi
d.
Dapat
dihindari terjadinya dekomposisi / kerusakan bahan yang dianalisis
e.
Resolusi
yang baik.
f.
Dapat
digunakan bermacam-macam detektor
g.
Kolom
dapat digunakan kembali
h.
Mudah
melakukan "sample recovery"
2.
KEKURANGAN
a.
Larutan harus dicari fase diamnya terlebih
dahulu
b.
Hanya bisa digunakan untuk asam
organic
c.
Harus mengetahui kombinasi yang
optimum antara pelarut, analit, dan gradient elusi
d.
Harganya mahal sehingga
penggunaannya dalam lingkup penelitian yang terbatas.
2.5
KEUNTUNGAN PENGGUNAAN KCKT
KCKT dapat dipandang sebagai pelengkap Kromatografi Gas (KG). Dalam
banyak hal kedua teknik ini dapat digunakan untuk memperoleh efek pemisahan
yang sama membaiknya. Bila derivatisasi diperlukan pada KG, namun pada KCKT
zat-zat yang tidak diderivatisasi dapat dianalisis. Untuk zat-zat yang labil
pada pemanasan atau tidak menguap, KCKT adalah pilihan utama. Namun demikian
bukan berarti KCKT menggantikan KG, tetapi akan memainkan peranan yang lebih
besar bagi para analis laboratorium. Derivatisasi juga menjadi populer pada
KCKT karena teknik ini dapat digunakan untuk menambah sensitivitas detektor UV
Visibel yang umumnya digunakan.
KCKT
menawarkan beberapa keuntungan dibanding dengan kromatografi cair klasik,
antara lain:
1. Cepat: Waktu analisis umumnya kurang dari 1 jam. Banyak analisis
yang dapat diselesaikari sekitar 15-30 menit. Untuk analisis yang tidak rumit
(uncomplicated), waktu analisi kurang dari 5 menit bisa dicapai
2. Resolusi : Berbeda dengan KG, Kromatografi Cair mempunyai dua rasa
dimana interaksi selektif dapat terjadi. Pada KG, gas yang mengalir sedikit
berinteraksi dengan zat padat; pemisahan terutama dicapai hanya dengan rasa
diam. Kemampuan zat padat berinteraksi secara selektif dengan rasa diam dan
rasa gerak pada KCKT memberikan parameter tambahan untuk mencapai pemisahan
yang diinginkan.
3. Sensitivitas detektor : Detektor absorbsi UV yang biasa digunakan
dalam KCKT dapat mendeteksi kadar dalam jumlah nanogram (10-9 gram) dari
bermacammacam zat. Detektor-detektor Fluoresensi dan Elektrokimia dapat
mendeteksi jumlah sampai picogram (10-12 gram). Detektor-detektor seperti
Spektrofotometer Massa, Indeks Refraksi, Radiometri, dll dapat juga digunakan
dalam KCKT
4. Kolom yang dapat digunakan kembali : Berbeda dengan kolom
kromatografi klasik, kolom KCKT dapat digunakan kembali (reusable) . Banyak
analisis yang bisa dilakukan dengan kolom yang sma sebelum dari jenis sampel
yang diinjeksi, kebersihan dari solven dan jenis solven yang digunakan
5. Ideal untuk zat bermolekul besar dan berionik : zat – zat yang
tidak bisa dianalisis dengan KG karena volatilitas rendah , biasanya
diderivatisasi untuk menganalisis psesies ionik. KCKT dengan tipe eksklusi dan
penukar ion ideal sekali untuk mengalissis zat – zat tersebut.
6. Mudah rekoveri sampel : Umumnya setektor yang digunakan dalam KCKT
tidak menyebabkan destruktif (kerusakan) pada komponen sampel yang diperiksa,
oleh karena itu komponen sampel tersebut dapat dengan mudah sikumpulkan setelah
melewati detector. Solvennya dapat dihilangkan dengan menguapkan ksecuali untuk
kromatografi penukar ion memerlukan prosedur khusus.
2.6
PENGGUNAAN KCKT DALAM FARMASI
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan suatu metoda
pemisahan canggih dalam analisis farrnasi yang dapat digunakan sebagai uji
identitas, uji kemumian dan penetapan kadar. Titik beratnya adalah untuk
analisis senyawasenyawa yang tidak mudah menguap dan tidak stabil pada suhu
tinggi, yang tidak bisa dianalisis dengan Kromatografi Gas. Banyak senyawa yang
dapat dianalisis, dengan KCKT mulai dari senyawa ion anorganik sampai senyawa
organik makromolekul. Untuk analisis dan pemisahan obat /bahan obat campuran
rasemis optis aktif dikembangkan suatu fase pemisahan kiral (chirale
Trennphasen) yang mampu menentukan rasemis dan isomer aktif.
Pada Farmakope Indonesia Edisi III Tahun 1979 KCKT belum digunakan
sebagai suatu metoda analisis baik kualitatif maupun kuantitatif. Padahal di
Farmakope negara-negara maju sudah lama digunakan, seperti Farmakope Amerika
Edisi 21 (United State of Pharmacopoeia XXI), Farmakope Jerrnan Edisi 10
(Deutches Arzneibuch 10).
Pada Farmakope Indonesia Edisi IV Tahun 1995 sudah digunakan KCKT
dalam analisis kualitatif maupun kuantitatif dan uji kemumian sejumlah 277 (dua
ratus tujuh puluh tujuh) obat/bahan obat. Perubahan yang sangat spektakuler
dari Farmakope Indonesia Edisi IV Tahun 1995 ini menunjukkan bahwa Pemerintah
Indonesia melalui Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan benar-benar telah mengikuti perkembangan
dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi canggih dalam bidang analisis obat.
Walaupun
disadari biaya yang dibutuhkan untuk analisis dengan KCKT sangat mahal, namun
metoda ini tetap dipilih untuk digunakan menganalisis 277 jenis obat / bahan
obat karena hasil analisis yang memiliki akurasi dan presisi yang tinggi, waktu
analisis cepat. Pada Tabel 4.1 dapat dilihat Daftar Obat-obat yang Penetapan
Kadamya dengan KCKT yang tercantum dalam Farmakope Indonesia Edisi IV Tahun
1995.
BAB III
JURNAL
ANALISIS KADAR KAPSAISIN DARI EKSTRAK “BON CABE” DENGAN MENGGUNAKAN
KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)
3.1
Pengertian
a.
Cabai (Capsicum annum L)
Cabai (Capsicum annum L) merupakan salah satu komonitas
rempah/sayuran yang bayak dibudidayakan. Selain untuk memenuhi kebutuhan rumah
tangga sehari-hari, cabai banyak digunakan sebagai bahan baku industri pangan
dan farmasi. Dari berbagai penelusuran, cabai berasal dari Amerika Selatan dan
Tengah yang kemudian menyebar ke seluruh dunia, terutama ke Asia Selatan
(Sanatombik 2008).
b.
Klasifikasi Tanaman Cabai
·
Kingdom
: Plantae (Tumbuhan)
·
Subkingdom :
Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
·
Super Divisi :
Spermatophyta (Menghasilkan biji)
·
Divisi
: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
·
Kelas
: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
·
Sub
Kelas : Asteridae
·
Ordo
: Solanales
·
Famili
:
Solanaceae (suku terung-terungan)
·
Genus
: Capsicum
·
Spesies
: Capsicum annum L.
c.
Kapsaisin
Kapsaisinoid merupakan kelompok senyawa amida dari vanililamin
dengan asam lemak rantai bercabang dengan panjang rantai karbon 9 sampai 11 dan
merupakan kelompok senyawa yang bertanggung jawab terhadap rasa pedas dari
cabai. Kelompok senyawa ini hanya dijumpai pada buah tumbuhan marga Capsicum
dari suku Solanaceae dengan kapsaisin dan dihidrokapsaisin sebagai komponen
utama dan homokapsaisin, homodihidrokapsaisin dan nordihidrokapsaisin sebagai
komponen langka. Namun demikian, tidak semua kultivar Capsicum mengandung
kapsaisinoid sehingga terdapat buah cabai tertentu yang tidak pedas (Sukrasno,
1997).
Kapsaisin merupakan senyawa nonpolar yang memiliki beberapa gugus
polar terhadap hidrogen yang berikatan dengan air. Ini berarti senyawa
kapsaisin tidak dapat melarut dalam air. Kapsaisin bersifat iritan terhadap
mamalia termasuk manusia, dan menimbulkan rasa terbakar dan panas pada jaringan
manapun yang tersentuh. Sifat iritan kapsaisin berguna pada penelitian
farmakologi, yang digunakan untuk menstimulasi saraf-saraf sensori dan sebagai
pengobatan eksperimental untuk nyeri kronik (Cairns, 2004).
d.
Struktur kimia
·
Nama
asal :KAPSAISIN
·
Nama
kimia :8-methyl-N-vanillyl-6-nonenamide
dalam bidang farmasi kapsaisin digunakan sebagai obat oles untuk
membantu menghilangkan rasa nyeri akibat penyakit saraf, nyeri pada otot
persendian yang diakibatkan radang, dan keseleo. Kapsaisin juga diujicobakan
sebagai penghambat kanker leukimia (Ito, 2004), obat kanker prostate (Mori,
2006), dan obat diabetes (Razavi, 2006). Selain itu kandungan vitamin C yang
cukup tinggi pada cabai dapat memenuhi kebutuhan harian setiap orang. Kandungan
komponen “pedas” yang terdapat pada cabai bisa dianalisis dengan menggunakan
metoda KCKT untuk penentuan senyawa kapsaisin. Pada sistem KCKT data yang
dihasilkan adalah waktu retensi dan luas area dari komponen-komponen sampel
(Perucka and Oleszek, 2000).
Analisa kuantitatif pada KCKT dilakukan dengan cara membandingkan
luas puncak standar senyawa murni dengan sampel, sedangkan analisa kualitatif
pada KCKT dilakukan dengan cara mencari kesamaan komponen kapsaisin sampel
dengan standar (Saksit dkk, 2012).
BAB IV
METODELOGI
4.1 Alat dan Bahan
Alat
|
Bahan
|
|
Seperangkat alat KCKT dan kolom KCKT
|
Bubuk cabai
“Bon Cabe Level 15” dengan No. Batch 8995899250143.
|
|
Botol vial
|
Standar kapsaisin
|
|
Kertas perkamen,
|
Methanol
|
|
Kertas saring
|
Kloroform
|
|
Mikropipet dan pipet
|
Aquadest
|
|
Neraca analitik
|
||
Sentrifugator
|
||
Spatel
|
||
Tabung eppendorf,
|
||
4.2 Prosedur Kerja
1.
Pengenceran dan penentuan kurva baku standar kapsaisin
a.
Baku standar kapsaisin diencerkan dari konsentrasi 200
ppm menjadi 40 ppm, 20 ppm, 10 ppm, 5 ppm, 2 ppm, dan 1 ppm menggunakan pelarut
metanol: air (7 : 3).
b.
Larutan baku ini kemudian dimasukkan ke dalam
instrumen KCKT dan diukur pada panjang gelombang 227 nm dan 281 nm untuk
ditetapkan kurva baku standar kapsaisin.
2.
Persiapan sampel yang akan dianalisis
a. Sampel bubuk cabai “Bon Cabe
Level 15” (No. Batch: 8995899250143
) ditimbang sebanyak 1 gram menggunakan neraca digital.
b.
Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam tabung
sentrifugasi dan ditambahkan dengan kloroform sebanyak 8 ml.
c.
Sampel disentrifugasi selama 5 menit pada kecepatan
3000 rpm sehingga didapatkan supernatan dan endapan.
d.
Supernatan yang diperoleh dipipet kemudian disaring
menggunakan kertas saring agar terpisah dari endapan dan dimasukkan ke dalam
botol vial.
e.
Supernatan kemudian dikeringkan di dalam ruang asam
dengan menguapkan seluruh kloroform.
f.
Setelah didapatkan sampel kering, ditambahkan 2 ml
metanol dan disonikasi selama 5 menit untuk membantu pelarutan.
3.
Analisis sampel dengan instrumen KCKT
a.
Sampel yang telah larut dalam methanol dimasukkan kedalam
tabung eppendorf sebanyak 10 μL, lalu ditambahkan 990 μL metanol : air (7 : 3).
b.
Tabung eppendorf disentrifugasi selama 5 menit dan
sampel yang telah disentrifugasi dimasukkan ke dalam kolom KCKT sebanyak 1 mL
untuk diinjeksikan ke dalam instrumen.
c.
Di dalam instrumen telah disiapkan fase gerak berupa
metanol : air (7 : 3).
d.
Kemudian sampel dianalisis dengan cara kolom KCKT
dimasukkan ke dalam wadah sampel pada instrumen KCKT, instrumen dinyalakan dan
dipilih metode analisis dengan waktu running sekitar 10-15 menit.
e.
Kromatogram yang didapat kemudian dianalisis sehingga
dapat diketahui kadar kapsaisin pada sampel.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Hasil Pengujian
Dalam penelitian kali ini, standar kapsaisin diencerkan
dengan berbagai konsentrasi menggunakan pelarut metanol : air (7:3). Standar
baku kapsaisin dengan berbagai konsentrasi dimasukkan ke dalam instrument KCKT
dan di analisis pada 2 panjang gelombang sehingga menghasilkan 2 kurva baku dengan
nilai AUC yang berbeda-beda pula. Panjang gelombang yang digunakan dalam pengukuran
adalah 227 dan 281 nm karena panjang gelombang tersebut merupakan panjang
gelombang maksimum untuk senyawa kapsaisin. Hasil pengukuran tersebut dapat
dilihat pada tabel di bawah ini :
Adapun bentuk grafik yang
dihasilkan dari data-data tersebut adalah :
Dari data yang dihasilkan didapatkan persamaan garis
y=17101x+4908,4 untuk panjang gelombang 227 nm dan persamaan y=6665,2x -192,14
untuk panjang gelombang 281 nm. Untuk nilai r2, pada panjang gelombang 227 nm
didapatkan nilai 0,999, sedangkan pada panjang gelombang 281 nm didapatkan nilai
1. Hal ini menandakan bahwa kurva yang dihasilkan memiliki linearitas yang baik
karena nilainya mendekati 1 atau sama dengan 1.
5.2
Preparasi Sampel
Setelah didapatkan persamaan
garis untuk menentukan kadar kapsaisin pada sampel, dilakukan preparasi sampel
yang dilakukan dengan cara:
1.
Sampel “Bon
Cabe” (No Batch 8995899250143)
ditimbang sebanyak 1 gram, kemudian sampel tersebut dimasukkan ke dalam tabung
sentrifugasi dan ditambahkan kloroform sebanyak 10 ml. (Dalam hal ini, kloroform berperan sebagai zat yang menarik senyawa
kapsaisin pada sampel dengan prinsip like
dissolve like, dimana kapsaisin yang bersifat non polar akan melarut
pada senyawa kloroform yang juga bersifat non polar).
2.
Setelah itu pemisahan kapsaisin dengan komponen lain dalam
bubuk cabai dilakukan dengan proses sentrifugasi dan penyaringan supernatan.
3.
Kemudian kloroform diuapkan di ruang asam untuk
mendapatkan sampel yang lebih murni tanpa pelarutnya.
4.
Setelah didapatkan sampel kering, ditambahkan 2 ml
metanol dan disonikasi selama 5 menit untuk membantu pelarutan.
5.
Sampel yang telah larut barulah dimasukkan ke dalam
tabung eppendorf dan ditambahkan dengan fase gerak
metanol:air (7:3) yang kemudian akan dianalisis
dengan HPLC. Prinsip kerja dari alat HPLC adalah ketika suatu sampel yang
akan diuji diinjeksikan ke dalam kolom maka sampel tersebut kemudian akan terurai
dan terpisah menjadi senyawa-senyawa kimia (analit) sesuai dengan perbedaan
afinitasnya.
Hasil
pemisahan tersebut kemudian akan
dideteksi oleh detector (spektrofotometer UV) pada
panjang gelombang tertentu. Hasil yang muncul dari detektor tersebut
selanjutnya dicatat oleh recorder yang biasanya dapat ditampilkan menggunakan integrator atau
menggunakan personal computer (PC) yang terhubung online dengan alat HPLC
tersebut. Hasil analisis dari KCKT akan
diinterpretasikan dalam bentuk kromatogram, dimana
terdapat peak dengan
nilai AUC yang telah tertera pada kromatogram yang digunakan untuk analisis
kuantitatif atau untuk menentukan kadar suatu senyawa.Bentuk kromatogram yang
didapatkan dari analisis sampel “Bon Cabe” (No. Batch 8995899250143)
adalah sebagai berikut :
Dari hasil tersebut, kadar kapsaisin pada sampel bubuk cabe “Bon
Cabe” (No Batch 8995899250143) adalah 2.06 ppm pada panjang gelombang 227 nm
dan 16,88 ppm pada panjang gelombang 281 nm. Berdasarkan kromatogram yang
dihasilkan, dapat dilihat bahwa pemisahan pada panjang gelombang 281 nm lebih
baik dibandingkan dengan pemisahan pada panjang gelombang 227 nm. Hal ini dapat
dilihat dari banyaknya tailing pada pengukuran dengan panjang gelombang 227 nm.
Pemisahan pada panjang gelombang 281 nm lebih baik dikarenakan resolusinya
lebih tinggi dimana resolusi adalah derajat pemisahan dua komponen campuran.
5.3
Pembahasan
Pada
percobaan kali ini, dilakukan penentuan kadar kapsaisin dalam sampel bubuk cabe “Bon
Cabe Level 15” (No. Batch
8995899250143) dengan menggunakan metode HPLC. HPLC atau kromatografi cair
kinerja tinggi merupakan salah satu teknik kromatografi yang didasarkan pada
perbedaan distibusi molekul-molekul komponen di antara dua fasa (fasa gerak dan
fasa diam) yang berbeda kepolarannya. Teknik HPLC merupakan satu teknik
kromatografi cair-cair yang dapat digunakan baik untuk keperluan pemisahan,
pengidentifikasian, maupun analisis kuantitatif yang didasarkan pada pengukuran luas puncak analit dalam
kromatogram yang dibandingkan dengan luas area standar. Menganalisis sesuatu
dengan menggunakan suatu instrumen berarti akan membutuhkan standar dalam
proses analisanya untuk menentukan kurva baku yang digunakan untuk mendapatkan absorbtifity
atau persamaan regresi linier yang nantinya digunakan dalam pencarian suatu
kadar zat dalam sampel yang absorbansinya sudah diukur.
BAB VI
PENUTUP
6.1 KESIMPULAN
Kromatografi adalah suatu istilah
umum yang digunakan untuk bermacam-macam teknik pemisahan yang didasarkan atas
partisi sampel diantara suatu fasa gerak yang bisa berupa gas ataupun cair dan
fasa diam yang juga bisa berupa cairan ataupun suatu padatan.
Kromatografi cair
berperforma tinggi (high
performance liquid chromatography, HPLC) merupakan salah satu teknik
kromatografi untuk zat cair
yang biasanya disertai dengan tekanan tinggi. Cairan yang akan dipisahkan
merupakan fasa cair dan zat padatnya merupakan fasa diam (stasioner).
Untuk zat-zat yang labil pada
pemanasan atau tidak menguap, KCKT adalah pilihan utama. Waktu analisis umumnya
kurang dari 1 jam, ideal untuk zat bermolekul besar dan
berionik dan mudah rekoveri sampel.
Kapsaisinoid adalah kelompok senyawa amida dari vanililamin dengan asam
lemak rantai bercabang yang merupakan penyebab rasa pedas dari cabai. Pengujian
kandungan kapsaisin pada sampel dilakukan dengan tiga tahap, yaitu penentuan
kurva baku standar, preparasi sampel cabai dan analisis sampel dengan istrumen
KCKT. Penentuan kurva baku standar kapsaisin dilakukan dengan cara mengencerkan
standar kapsaisin dari konsentrasi 200 ppm menjadi 40 ppm, 20 ppm, 10 ppm, 5
ppm, 2 ppm, dan 1 ppm menggunakan pelarut metanol: air (7 : 3). Sampel
pengujian dipersiapkan dengan cara mencampurkan bubuk cabai dan kloroform
sebanyak 8 ml yang disentrifugasi selama 5 menit pada kecepatan 3000 rpm,
kemudian supernatan yang dihasilkan dalam proses sentrifugasi dimasukkan
kedalam vial dan dikeringkan hingga seluruh kloroform menguap. Sampel yang
diperoleh diuji dengan menggunakan KCKT. Berdasarkan kromatogram hasil
pengujian dengan menggunakan KCKT, didapatkan nilai AUC sebesar 40195 pada 227
nm dan 112344 pada 281 nm. Kadar kapsaisin pada sampel bubuk cabe “Bon Cabe”
(No Batch 8995899250143) yang ditentukan melalui nilai AUC adalah 2,06 ppm pada
panjang gelombang 227 nm dan 16,8 ppm pada panjang gelombang 281 nm.
Panjang
gelombang yang digunakan dalam pengukuran adalah 227 dan 281 nm karena panjang gelombang
tersebut merupakan panjang gelombang maksimum untuk senyawa kapsaisin. Dapat
diketahui pula bahwa pemisahan senyawa kapsaisin pada panjang gelombang 281 nm
lebih baik dibandingkan pemisahan senyawa pada panjang gelombang 227 nm.
6.2
SARAN
Menyadari bahwa penulis masih jauh
dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih focus dan details dalam
menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak dan
bermanfaat yang tentunya dapat dipertangung jawabkan. Untuk saran bisa berisi kritikan dan saran
terhadap penulisan dan bisa untuk menanggapi dari kesimpulan pada bahasan
makalahyang telah dijelaskan. Penulis juga berharap agar makalah yang telah
dibuat dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi pembacanya.
DAFTAR PUSTAKA
·
Ahmad, M., dan Suherman 1995. Analisis
Instrumental. Airlangga University Press. Surabaya.
·
Ahmad, M., dan Suherman. 1991. Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi. Airlangga University Press. Surabaya.
·
Bahti. 1998. Teknik
Pemisahan Kimia dan Fisika. Universitas Padjajaran. Bandung.
·
Bassett, J., R.C. Denney, G.H.
Jeffery, dan J. Mendham, 1994, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik,
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
·
Cairns, Donald. 2004. Intisari Kimia Farmasi Edisi 2.
Jakarta:EGC
·
Day, R.A dan Underwood, A.L., 2002, Analisis
Kimia Kuantitatif, Erlangga, Jakarta.
·
Direktorat
Jendral Pengawasan Obat dan Makanan,
Farmakope Indonesia Edisi III 1979, Departemen Kesehatan R.I Jakarta
·
Direktorat
Jendral Pengawasan Obat dan Makanan,
Farmakope Indonesia Edisi IV 1995, Departemen Kesehatan R.I Jakarta
·
Ito K., Nakazato T., and Yamato K., "Induction of
Apoptosis in Leukemic Cells by Homovanillic Acid Derivative, Kapsaisin, through
Oxidative Stress: Implication of Phosphorylation of p53 at Ser-15 Residue by
Reactive Oxygen Species," Cancer Research, 64 (3): 1071 – 1078, 2004.
·
Johnson,
E. L. and Steven son, R (1978). Basic liquid chromatography. Varian, California
·
Khopkar, S.M., 2008, Konsep
Dasar Kimia Analitik, UI Press, Jakarta.
·
Lindsay,
S. 1992. High performance liquid chrotomagraphy.second edition, John Wiley
&Sons, Chischer, New York, Brisbane, Toronto, Singapore
·
Mori A., Lehmann S., and O'Kelly J, "Kapsaisin, a
Component of Red Peppers, Inhibits the Growth of Androgen- Independent, p53
Mutant Prostate Cancer Cells," Cancer Research, 66(6):3222–3229, 2006
·
Perucka, I. W., and Oleszek. 2000. Extraction and
Determination of Capsaicinoids in Fruit of Hot Pepper Capsicum Annum L. By
Spectrophotometry and High Performance Liquid Chromatography, Food Chem, 71,
287-291.
·
Razavi R., Chan Y., Afifiyan F.N., Liu X.J., Wan X.,
and Yantha J., "TRPV1+ Sensory Neurons Control Beta Cell Stress and Islet
Inflammation in Autoimmune Diabetes," Toronto, Canada, Cell.
15;127(6):1123-35, 2006.
·
Rucker,
G 1988. Instrumentelle pharmazeutische Analytik : lehbuch zu spektroskop,
chrotograph.u. elektrochem.Analysemethoden/von G. Rucker. M. Neugebauer ; G.G.
Wilems . Stuttgart : Wiss. Verl – Ges., Germany
·
Saksit, C., Jureerat J., and Suchila, T. 2012.
Determination of Capsaicin and Dihydrocapsaicin in Some Chili Varieties using
Accelerated Solvent Extraction Associated with Solid-Phase Extraction Methods
and RP HPLC Fluorescence, Coden Ecjhao, 9, 1550-1551.
·
Sanatombik K. and G.J. Sharma, "Kapsaisin Content
and Pungency of Different Capsicum spp. Cultivars," Department of Life
Sciences, Manipur University, India, 36 (2), 2008.
·
Snyder,
L. R and Kirkland J.J 1979. Introduktion to modern liquid chromatography.
second edition.John Wiley & Sons.Inc NewYork, Chihester, Briebane, Toronto,
Singapore
·
Sukrasno, et al. 1997. Kandungan Kapsaisin dan
Dihidrokapsaisin Pada Berbagai Buah Capsicum. JMS Vol.2 No.1 hal 28-34