Jumat, 15 September 2017

HPLC

pharmacystory.com


MAKALAH
KIMIA FARMASI ANALISIS LANJUT
KROMATIGRAFI CAIR KINERJA TINGGI
Disusun oleh :
Kelompok              : 7 (Tujuh)
Nama Kelompok   :
1.      Ahmad Saeful Bahri         (15040006)
2.      Dewi Sartika                     (15040016)
3.      Herdina Siswan Lucky     (15040028)
4.      Komarudin                        (15040033)
5.      Kusniah Asih Rahayu       (15040034)
6.      Nurkholipah                      (15040048)

PROGRAM STUDI STRATA 1
JURUSAN FARMASI
SEKOLAH TINGGI FARMASI MUHAMMADIYAH
TANGERANG
2016/2017


KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Kimia Farmasi Analisis Lanjut Tentang Kromatigrafi Cair Kinerja Tinggi
Makalah Kimia Farmasi Analisis Lanjut Tentang Kromatigrafi Cair Kinerja Tinggi ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah Kimia Farmasi Analisis Lanjut ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah Kimia Farmasi Analisis Lanjut Tentang Kromatigrafi Cair Kinerja Tinggi dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Tangerang, 15 Mei 2017


Penyusun


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR   ....................................................................................... i
DAFTAR ISI  ........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN   .................................................................................. 1
1.1  Latar belakang   .......................................................................................... 1
1.2  Tujuan   ....................................................................................................... 2
BAB II TIJAUAN PUSTAKA    ............................................................... 3
2.1  Dasar Teori   ................................................................................................ 3
2.2  Jenis-Jenis HPLC    ..................................................................................... 4
2.3  Instrumen HPLC   ...................................................................................... 7
2.4  Kelebihan dan Kekurangan   ...................................................................... 10
2.5  Keuntungan HPLC   ................................................................................... 11
2.6  HPLC dalam Farmasi   ............................................................................... 12
BAB III JURNAL   .............................................................................................. 14
3.1  Pengertian   ................................................................................................. 14
a.       cabai (Capsicum annum L)................................................................... 14
b.      Klasifikasi cabai.................................................................................... 14
c.       Kapsaisin............................................................................................... 14
d.      Struktur Kapsaisin................................................................................ 15
BAB IV METODELOGI   ................................................................................... 17
4.1  Alat dan Bahan............................................................................................ 17
4.2  Prosedur Kerja............................................................................................. 17
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................... 19
5.1  Hasil Pengujian............................................................................................ 19
5.2  Preparasi Sempel.......................................................................................... 20
5.3  Pembahasan................................................................................................. 22
BAB VI PENUTUP............................................................................................... 23
6.1  Kesimpulan.................................................................................................. 23
6.2  Saran............................................................................................................ 24
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... .. 25



BAB I
PENDAHULUAN
1.1  LATAR BELAKANG
Kromatografi adalah istilah umum untuk berbagai cara pemisahan berdasarkan partisi cuplikan antara fasa yang bergerak, dapat berupa gas atau zat cair, dan fasa diam, dapat berupa zat cair atau zat padat. Kita biasanya menganggap Tswett sebagai penemu kromatografi, yang pada tahun 1903 menguraikan karyanya mengenai pemakaian kolom kapur untuk memisahkan pigmen dalam daun. Istilah ‘kromatografi’ dipakai oleh Tswett untuk menggambarkan daerah berwarna yang bergerak ke bagian bawah kolom.
Kromatografi merupakan suatu cara pemisahan unsur-unsur yang akan dipisahkan terdistribusikan antara dua fasa, satu dari fasa-fasa ini membentuk suatu lapisan stasioner dengan luas permukaan yang besar dan yang lainnya merupakan cairan yang merembes lewat atau melalui fase yang stasioner. Fasa stasioner mungkin suatu zat padat atau suatu cairan, dan fasa yang bergerak mungkin suatu cairan atau suatu gas. Maka semua jenis kromatografi yang dikenal, terbagi menjadi empat golongan: cair-padat, gas-padat, cair-cair, dan gas-cair.
Pembahasan teknik kromatografi modern,  baru lengkap bila disebut kromatografi cairan kinerja tinggi (HPLC). Kromatografi cairan kolom klasik  merupakan prosedur pemisahan yang sudah mapan dalam mana fase cair yang mobil mengalir lambat-lambat lewat kolom karena gravitasi. Umumnya metode itu dicirikan oleh efisiensi kolom yang rendah dan waktu pemisahan yang lama. Namun sejak kira-kira tahun 1969, perhatian dalam teknik kolom cairan hidup kembali dengan sangat mencolok karena dikembangkannya sistem tekanan tinggi oleh Kirchland dan Huber, yang bekerja pada tekanan sampai 2,07 x 107 Nm-2 (3000 p.s.i). Dalam metode ini digunakan kolom berdiameter kecil (1-3 mm) dan eluen dipompakan ke dalamnya dengan laju alir yang tinggi (sekitar 1-5 cm3m-1). Pemisahan dengan metode ini dilakukan jauh lebih cepat (sekitar 100 kali lebih cepat) daripada dengan kromatografi cairan yang biasa. Meskipun peralatan yang tersedia di pasar dewasa ini agak mahal, HPLC telah terbukti luas penggunaannya dalam kimia organik.

1.2  TUJUAN
1.      Mengetahui Pengertian HPLC
2.      Mengetahui Jenis- jenis HPLC
3.      Mengetahui Instrument HPLC
4.      Mengetahui Prinsip kerja HPLC
5.      Mengetahui Manfaat Penggunaan HPLC
6.      Mengetahui Kelebihan dan Kekurangan HPLC















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1    DASAR TEORI
a.      Sejarah Kromatografi
Kromatografi adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk bermacam-macam teknik pemisahan yang didasarkan atas partisi sampel diantara suatu fasa gerak yang bisa berupa gas ataupun cair dan fasa diam yang juga bisa berupa cairan ataupun suatu padatan. Penemu kromatografi adalah Tswett yang pada tahun 1903, mencoba memisahkan pigmen-pigmen dari daun dengan menggunakan suatu kolom yang berisi kapur (CaSO4). lstilah kromatografi diciptakan oleh Tswett untuk melukiskan daerah-daerah yang berwarna yang bergerak kebawah kolom. Pada waktu yang hampir bersamaan, D.T. Day juga menggunakan kromatografi untuk memisahkan fraksi-fraksi petroleum, namun Tswett lah yang pertama diakui sebagai penemu dan yang menjelaskan tentang proses kromatografi. Penyelidikan tentang kromatografi kendor untuk beberapa tahun sampai digunakan suatu teknik dalam bentuk kromatografi padatan cair (LSC). Kemudian pada akhir tahun 1930-an dan permulaan tahun 1940-an, kromatografi mulai berkembang. Dasar kromatografi lapisan tipis (TLC) diletakkan pada tahun 1938 oleh Izmailov dan Schreiber, dan kemudian diperhalus oleh Stahl pada tahun 1958.
Hasil karya yang baik sekali dari Martin dan Synge pada tahun 1941 (untuk ini mereka memenangkan Nobel) tidak hanya mengubah dengan cepat kromatografi cair tetapi seperangkat umum langkah untuk pengembangan kromatografi gas dan kromatografi kertas. Pada tahun 1952 Martin dan James mempublikasikan makalah pertama mengenai kromatografi gas. Diantara tahun 1952 dan akhir tahun 1960-an kromatografi gas dikembangkan menjadi suatu teknik analisis yang canggih. Kromatografi cair, dalam praktek ditampilkan dalam kolom gelas berdiameter besar, pada dasamya dibawah kondisi atmosfer. Waktu analisis lama dan segala prosedur biasanya sangat membosankan. Pada akhir tahun 1960-an, semakin banyak usaha dilakukan untuk pengembangan kromatografi cair sebagai suatu teknik mengimbangi kromatografi gas. High Performance Liquid Chromatography (HPLC) atau Kromatografi Cair Penampilan Tinggi atau High Performance = Tekanan atau Kinerja Tinggi, High Speed = Kecepatan Tinggi dan Modern = moderen) telah berhasil dikembangkan dari usaha ini. Kemajuan dalam keduanya instrumentasi dan pengepakan kolom terjadi dengan cepatnya sehingga sulit untuk mempertahankan suatu bentuk hasil keahlian membuat instrumentasi dan pengepakan kolom dalam keadaan tertentu. Tentu saja, saat ini dengan teknik yang sudah matang dan dengan cepat KCKT mencapai suatu keadaan yang sederajat dengan kromatografi gas.
Ciri teknik ini adalah penggunaan tekanan tinggi untuk mengirim fase gerak ke dalam kolom. Dengan memberikan tekanan tinggi, laju dan efisiensi pemisahan dapat ditingkatkan dengan besar. Kromtografi penukaran ion telah berhasil digunakan untuk analisis kation, anion dan ion organik.
Kromatografi cair berperforma tinggi (high performance liquid chromatography, HPLC) merupakan salah satu teknik kromatografi untuk zat cair yang biasanya disertai dengan tekanan tinggi. HPLC digunakan untuk memisahkan molekul berdasarkan perbedaan afinitasnya terhadap zat padat tertentu. Cairan yang akan dipisahkan merupakan fasa cair dan zat padatnya merupakan fasa diam (stasioner). Teknik ini sangat berguna untuk memisahkan beberapa senyawa sekaligus karena setiap senyawa mempunyai afinitas selektif antara fasa diam tertentu dan fasa gerak tertentu. Dengan bantuan detector serta integrator kita akan mendapatkan kromatogram. Kromatogram memuat waktu tambat serta tinggi puncak suatu senyawa.

2.2    JENIS- JENIS HPLC/KCKT
Pemisahan dengan HPLC dapat dilakukan dengan fase normal (jika fase diamnya lebih polar dibanding dengan fase geraknya) atau fase terbalik (jika fase diamnya kurang non polar dibanding dengan fase geraknya). Berdasarkan pada kedua pemisahan ini, sering kali HPLC dikelompokkan menjadi HPLC fase normal dan HPLC fase terbalik. Selain klasifikasi di atas, HPLC juga dapat dikelompokkan berdasarkan pada sifat fase diam dan atau berdasarkan pada mekanisme sorpsi solut, dengan jenis-jenis HPLC sebagai berikut:
1.      Kromatografi Adsorbsi
Prinsip kromatografi adsorpsi telah diketahui sebagaimana dalam kromatografi kolom dan kromatografi lapis tipis. Pemisahan kromatografi adsorbsi biasanya menggunakan fase normal dengan menggunakan fase diam silika gel dan alumina, meskipun demikian sekitar 90% kromatografi ini memakai silika sebagai fase diamnya. Pada silika dan alumina terdapat gugus hidroksi yang akan berinteraksi dengan solut. Gugus silanol pada silika mempunyai reaktifitas yang berbeda, karenanya solut dapat terikat secara kuat sehingga dapat menyebabkan puncak yang berekor.

2.      Kromatografi fase terikat (Kromatografi Partisi)
Kebanyakan fase diam kromatografi ini adalah silika yang dimodifikasi secara kimiawi atau fase terikat. Sejauh ini yang digunakan untuk memodifikasi silika adalah hidrokarbon-hidrokarbon non-polar seperti dengan oktadesilsilana, oktasilana, atau dengan fenil. Fase diam yang paling populer digunakan adalah oktadesilsilan (ODS atau C18) dan kebanyakan pemisahannya adalah fase terbalik.
Sebagai fase gerak adalah campuran metanol atau asetonitril dengan air atau dengan larutan bufer. Untuk solut yang bersifat asam lemah  atau basa lemah, peranan pH sangat krusial karena kalau pH fase gerak tidak diatur maka solut akan mengalami ionisasi atau protonasi. Terbentuknya spesies yang terionisasi ini menyebabkan ikatannya dengan fase diam menjadi lebih lemah dibanding jika solut dalam bentuk spesies yang tidak terionisasi karenanya spesies yang mengalami ionisasi akan terelusi lebih cepat.

3.      Kromatografi penukar ion
HPLC penukar ion menggunakan fase diam yang dapat menukar kation atau anion dengan suatu fase gerak. Ada banyak penukar ion yang beredar di pasaran, meskipun demikian yang paling luas penggunaannya adalah polistiren resin. Kebanyakan pemisahan kromatografi ion dilakukan dengan menggunakan media air karena sifat ionisasinya. Dalam beberapa hal digunakan pelarut campuran misalnya air-alkohol dan juga pelarut organik. Kromatografi penukar ion dengan fase gerak air, retensi puncak dipengaruhi oleh kadar garam total atau kekuatan ionik serta oleh pH fase gerak. Kenaikan kadar garam dalam fase gerak menurunkan retensi solut. Hal ini disebabkan oleh penurunan kemampuan ion sampel bersaing dengan ion fase gerak untuk gugus penukar ion pada resin.

4.      Kromatografi Pasangan ion
Kromatografi pasangan ion juga dapat digunakan untuk pemisahan sampel-sampel ionik dan mengatasi masalah-masalah yang melekat pada metode penukaran ion. Sampel ionik ditutup dengan ion yang mempunyai muatan yang berlawanan.

5.      Kromatografi Eksklusi Ukuran
Kromatografi ini disebut juga dengan kromatografi permiasi gel dan dapat digunakan untuk memisahkan atau menganalisis senyawa dengan berat molekul > 2000 dalton. Fase diam yang digunakan dapat berupa silika atau polimer yang bersifat porus sehingga solut dapat melewati porus (lewat diantara partikel), atau berdifusi lewat fase diam. Molekul solut yang mempunyai BM yang jauh lebih besar, akan terelusi terlebih dahulu, kemudian molekul-molekul yang ukuran medium, dan terakhir adalah molekul yang jauh lebih kecil. Hal ini disebabkan solut dengan BM yang besar tidak melewati porus, akan tetapi lewat diantara partikel fase diam. Dengan demikian, dalam pemisahan dengan eksklusi ukuran ini tidak terjadi interaksi kimia antara solut dan fase diam seperti tipe kromatografi yang lain.

6.      Kromatografi Afinitas
Dalam kasus ini, pemisahan terjadi karena interaksi-interaksi biokimiawi yang sangat spesifik. Fase diam mengandung gugus-gugus molekul yang hanya dapat menyerap sampel jika ada kondisi-kondisi yang terkait dengan muatan dan sterik tertentu pada sampel yang sesuai (sebagaimana dalam interaksi antara antigen dan antibodi). Kromatografi jenis ini dapat digunakan untuk mengisolasi protein (enzim) dari campuran yang sangat kompleks.

2.3    INSTRUMENT KCKT
Komponen-komponen penting dari KCKT dapat dilihat pada Gambar
1.    Pompa (Pump)
Fase gerak dalam KCKT adalah suatu cairan yang bergerak melalui kolom. Ada dua tipe pompa yang digunakan, yaitu kinerja konstan (constant pressure) dan pemindahan konstan (constant displacement). Pemindahan konstan dapat dibagi menjadi dua, yaitu: pompa reciprocating dan pompa syringe. Pompa reciprocating menghasilkan suatu aliran yang berdenyut teratur (pulsating), oleh karena itu membutuhkan peredam pulsa atau peredam elektronik untuk, menghasilkan garis dasar (base line) detektor yang stabil, bila detektor sensitif terhadapan aliran. Keuntungan utamanya ialah ukuran reservoir tidak terbatas. Pompa syringe memberikan aliran yang tidak berdenyut, tetapi reservoirnya terbatas.

2.    Injektor (injector)
Sampel yang akan dimasukkan ke bagian ujung kolom, harus dengan disturbansi yang minimum dari material kolom. Ada dua model umum :
                         a.        Stopped Flow
                         b.        Solvent Flowing
Ada tiga tipe dasar injektor yang dapat digunakan :
1)      Stop-Flow: Aliran dihentikan, injeksi dilakukan pada kinerja atmosfir, sistem tertutup, dan aliran dilanjutkan lagi. Teknik ini bisa digunakan karena difusi di dalam cairan kecil clan resolusi tidak dipengaruhi
2)      Septum: Septum yang digunakan pada KCKT sama dengan yang digunakan pada Kromtografi Gas. Injektor ini dapat digunakan pada kinerja sampai 60 - 70 atmosfir. Tetapi septum ini tidak tahan dengan semua pelarut-pelarut Kromatografi Cair.Partikel kecil dari septum yang terkoyak (akibat jarum injektor) dapat menyebabkan penyumbatan.
3)      Loop Valve: Tipe injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi volume lebih besar dari 10 µ dan dilakukan dengan cara automatis (dengan menggunakan adaptor yang sesuai, volume yang lebih kecil dapat diinjeksifan secara manual). Pada posisi LOAD, sampel diisi kedalam loop pada kinerja atmosfir, bila VALVE difungsikan, maka sampel akan masuK ke dalam kolom.

3.    Kolom (Column)
Kolom adalah jantung kromatografi. Berhasil atau gagalnya suatu analisis tergantung pada pemilihan kolom dan kondisi percobaan yang sesuai. Kolom dapat dibagi menjadi dua kelompok :
a.       Kolom analitik : Diameter dalam 2 -6 mm. Panjang kolom tergantung pada jenis material pengisi kolom. Untuk kemasan pellicular, panjang yang digunakan adalah 50 -100 cm. Untuk kemasan poros mikropartikulat, 10 -30 cm. Dewasa ini ada yang 5 cm.
b.      Kolom preparatif: umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih besar dan panjang kolom 25 -100 cm.
Kolom umumnya dibuat dari stainlesteel dan biasanya dioperasikan pada temperatur kamar, tetapi bisa juga digunakan temperatur lebih tinggi, terutama untuk kromatografi penukar ion dan kromatografi eksklusi. Pengepakan kolom tergantung pada model KCKT yang digunakan (Liquid Solid Chromatography, LSC; Liquid Liquid Chromatography, LLC; Ion Exchange Chromatography, IEC, Exclution Chromatography, EC)
4.    Detektor (Detector) .
Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen sampel di dalam kolom (analisis kualitatif) dan menghitung kadamya (analisis kuantitatif).Detektor yang baik memiliki sensitifitas yang tinggi, gangguan (noise) yang rendah, kisar respons linier yang luas, dan memberi respons untuk semua tipe senyawa. Suatu kepekaan yang rendah terhadap aliran dan fluktuasi temperatur sangat diinginkan, tetapi tidak selalu dapat diperoleh.
Detektor KCKT yang umum digunakan adalah detektor UV 254 nm. Variabel panjang gelombang dapat digunakan untuk mendeteksi banyak senyawa dengan range yang lebih luas. Detektor indeks refraksi juga digunakan secara luas, terutama pada kromatografi eksklusi, tetapi umumnya kurang sensitif jika dibandingkan dengan detektor UV. Detektor-detektor lainnya antara lain: Detektor Fluorometer -Detektor Spektrofotometer Massa Detektor lonisasi nyala -Detektor Refraksi lndeks Detektor Elektrokimia -Detektor Reaksi Kimia.

5.    Elusi Gradien
Elusi Gradien didefinisikan sebagai penambahan kekuatan fasa gerak selama analisis kromatografi berlangsung. Efek dari Elusi Gradien adalah mempersingkat waktu retensi dari senyawa-senyawa yang tertahan kuat pada kolom. Dasar-dasar elusi gradien dijelaskan oleh Snyder. Elusi Gradien menawarkan beberapa keuntungan :
                         a.            Total waktu analisis dapat direduksi
                         b.            Resolusi persatuan waktu setiap senyawa dalam campuran bertambah
                         c.            Ketajaman Peak bertambah (menghilangkan tailing)
                        d.            Efek sensitivitas bertambah karena sedikit variasi pada peak
Gradien dapat dihentikan sejenak atau dilanjutkan. Optimasi Gradien dapat dipilih dengan cara trial and error. Dalam praktek, gradien dapat diformasi sebelum dan sesudah pompa.

2.4    KELEBIHAN DAN KEKURANGAN KCKT
1.      KELEBIHAN
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau High Pressure Liquid Chromatography (HPLC) merupakan salah satu metode kimia dan fisikokimia. KCKT termasuk metode analisis terbaru yaitu suatu teknik kromatografi dengan fasa gerak  cairan dan fasa diam cairan atau padat. Banyak kelebihan metode ini jika dibandingkan dengan metode lainnya (Done dkk, 1974; Snyder dan Kirkland, 1979; Hamilton dan Sewell, 1982; Johnson dan Stevenson, 1978). Kelebihan itu antara lain:
a.       Mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran
b.      Mudah melaksanakannya
c.       Kecepatan analisis dan kepekaan yang tinggi
d.      Dapat dihindari terjadinya dekomposisi / kerusakan bahan yang dianalisis
e.       Resolusi yang baik.
f.       Dapat digunakan bermacam-macam detektor
g.      Kolom dapat digunakan kembali
h.      Mudah melakukan "sample recovery"

2.      KEKURANGAN
                          a.            Larutan harus dicari fase diamnya terlebih dahulu
                          b.            Hanya bisa digunakan untuk asam organic
                          c.            Harus mengetahui kombinasi yang optimum antara pelarut, analit, dan gradient elusi
                          d.            Harganya mahal sehingga penggunaannya dalam lingkup penelitian yang terbatas.


2.5    KEUNTUNGAN PENGGUNAAN KCKT
KCKT dapat dipandang sebagai pelengkap Kromatografi Gas (KG). Dalam banyak hal kedua teknik ini dapat digunakan untuk memperoleh efek pemisahan yang sama membaiknya. Bila derivatisasi diperlukan pada KG, namun pada KCKT zat-zat yang tidak diderivatisasi dapat dianalisis. Untuk zat-zat yang labil pada pemanasan atau tidak menguap, KCKT adalah pilihan utama. Namun demikian bukan berarti KCKT menggantikan KG, tetapi akan memainkan peranan yang lebih besar bagi para analis laboratorium. Derivatisasi juga menjadi populer pada KCKT karena teknik ini dapat digunakan untuk menambah sensitivitas detektor UV Visibel yang umumnya digunakan.
KCKT menawarkan beberapa keuntungan dibanding dengan kromatografi cair klasik, antara lain:
1.      Cepat: Waktu analisis umumnya kurang dari 1 jam. Banyak analisis yang dapat diselesaikari sekitar 15-30 menit. Untuk analisis yang tidak rumit (uncomplicated), waktu analisi kurang dari 5 menit bisa dicapai
2.      Resolusi : Berbeda dengan KG, Kromatografi Cair mempunyai dua rasa dimana interaksi selektif dapat terjadi. Pada KG, gas yang mengalir sedikit berinteraksi dengan zat padat; pemisahan terutama dicapai hanya dengan rasa diam. Kemampuan zat padat berinteraksi secara selektif dengan rasa diam dan rasa gerak pada KCKT memberikan parameter tambahan untuk mencapai pemisahan yang diinginkan.
3.      Sensitivitas detektor : Detektor absorbsi UV yang biasa digunakan dalam KCKT dapat mendeteksi kadar dalam jumlah nanogram (10-9 gram) dari bermacammacam zat. Detektor-detektor Fluoresensi dan Elektrokimia dapat mendeteksi jumlah sampai picogram (10-12 gram). Detektor-detektor seperti Spektrofotometer Massa, Indeks Refraksi, Radiometri, dll dapat juga digunakan dalam KCKT
4.      Kolom yang dapat digunakan kembali : Berbeda dengan kolom kromatografi klasik, kolom KCKT dapat digunakan kembali (reusable) . Banyak analisis yang bisa dilakukan dengan kolom yang sma sebelum dari jenis sampel yang diinjeksi, kebersihan dari solven dan jenis solven yang digunakan
5.      Ideal untuk zat bermolekul besar dan berionik : zat – zat yang tidak bisa dianalisis dengan KG karena volatilitas rendah , biasanya diderivatisasi untuk menganalisis psesies ionik. KCKT dengan tipe eksklusi dan penukar ion ideal sekali untuk mengalissis zat – zat tersebut.
6.      Mudah rekoveri sampel : Umumnya setektor yang digunakan dalam KCKT tidak menyebabkan destruktif (kerusakan) pada komponen sampel yang diperiksa, oleh karena itu komponen sampel tersebut dapat dengan mudah sikumpulkan setelah melewati detector. Solvennya dapat dihilangkan dengan menguapkan ksecuali untuk kromatografi penukar ion memerlukan prosedur khusus.

2.6    PENGGUNAAN KCKT DALAM FARMASI
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) merupakan suatu metoda pemisahan canggih dalam analisis farrnasi yang dapat digunakan sebagai uji identitas, uji kemumian dan penetapan kadar. Titik beratnya adalah untuk analisis senyawasenyawa yang tidak mudah menguap dan tidak stabil pada suhu tinggi, yang tidak bisa dianalisis dengan Kromatografi Gas. Banyak senyawa yang dapat dianalisis, dengan KCKT mulai dari senyawa ion anorganik sampai senyawa organik makromolekul. Untuk analisis dan pemisahan obat /bahan obat campuran rasemis optis aktif dikembangkan suatu fase pemisahan kiral (chirale Trennphasen) yang mampu menentukan rasemis dan isomer aktif.
Pada Farmakope Indonesia Edisi III Tahun 1979 KCKT belum digunakan sebagai suatu metoda analisis baik kualitatif maupun kuantitatif. Padahal di Farmakope negara-negara maju sudah lama digunakan, seperti Farmakope Amerika Edisi 21 (United State of Pharmacopoeia XXI), Farmakope Jerrnan Edisi 10 (Deutches Arzneibuch 10).
Pada Farmakope Indonesia Edisi IV Tahun 1995 sudah digunakan KCKT dalam analisis kualitatif maupun kuantitatif dan uji kemumian sejumlah 277 (dua ratus tujuh puluh tujuh) obat/bahan obat. Perubahan yang sangat spektakuler dari Farmakope Indonesia Edisi IV Tahun 1995 ini menunjukkan bahwa Pemerintah Indonesia melalui Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan benar-benar telah mengikuti perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi canggih dalam bidang analisis obat.
Walaupun disadari biaya yang dibutuhkan untuk analisis dengan KCKT sangat mahal, namun metoda ini tetap dipilih untuk digunakan menganalisis 277 jenis obat / bahan obat karena hasil analisis yang memiliki akurasi dan presisi yang tinggi, waktu analisis cepat. Pada Tabel 4.1 dapat dilihat Daftar Obat-obat yang Penetapan Kadamya dengan KCKT yang tercantum dalam Farmakope Indonesia Edisi IV Tahun 1995.














BAB III
JURNAL
ANALISIS KADAR KAPSAISIN DARI EKSTRAK “BON CABE” DENGAN MENGGUNAKAN KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)
3.1   Pengertian
a.     Cabai (Capsicum annum L)
Cabai (Capsicum annum L) merupakan salah satu komonitas rempah/sayuran yang bayak dibudidayakan. Selain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari, cabai banyak digunakan sebagai bahan baku industri pangan dan farmasi. Dari berbagai penelusuran, cabai berasal dari Amerika Selatan dan Tengah yang kemudian menyebar ke seluruh dunia, terutama ke Asia Selatan (Sanatombik 2008).
b.   Klasifikasi Tanaman Cabai
·         Kingdom         : Plantae (Tumbuhan)
·         Subkingdom    : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
·         Super Divisi    : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
·         Divisi               : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
·         Kelas               : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
·         Sub Kelas        : Asteridae
·         Ordo                : Solanales
·         Famili              : Solanaceae (suku terung-terungan)
·         Genus              : Capsicum
·         Spesies            : Capsicum annum L.
c.      Kapsaisin
Kapsaisinoid merupakan kelompok senyawa amida dari vanililamin dengan asam lemak rantai bercabang dengan panjang rantai karbon 9 sampai 11 dan merupakan kelompok senyawa yang bertanggung jawab terhadap rasa pedas dari cabai. Kelompok senyawa ini hanya dijumpai pada buah tumbuhan marga Capsicum dari suku Solanaceae dengan kapsaisin dan dihidrokapsaisin sebagai komponen utama dan homokapsaisin, homodihidrokapsaisin dan nordihidrokapsaisin sebagai komponen langka. Namun demikian, tidak semua kultivar Capsicum mengandung kapsaisinoid sehingga terdapat buah cabai tertentu yang tidak pedas (Sukrasno, 1997).
Kapsaisin merupakan senyawa nonpolar yang memiliki beberapa gugus polar terhadap hidrogen yang berikatan dengan air. Ini berarti senyawa kapsaisin tidak dapat melarut dalam air. Kapsaisin bersifat iritan terhadap mamalia termasuk manusia, dan menimbulkan rasa terbakar dan panas pada jaringan manapun yang tersentuh. Sifat iritan kapsaisin berguna pada penelitian farmakologi, yang digunakan untuk menstimulasi saraf-saraf sensori dan sebagai pengobatan eksperimental untuk nyeri kronik (Cairns, 2004).
d.      Struktur kimia
·         Nama asal              :KAPSAISIN
·         Nama kimia           :8-methyl-N-vanillyl-6-nonenamide
Rumus : C18H27NO3
dalam bidang farmasi kapsaisin digunakan sebagai obat oles untuk membantu menghilangkan rasa nyeri akibat penyakit saraf, nyeri pada otot persendian yang diakibatkan radang, dan keseleo. Kapsaisin juga diujicobakan sebagai penghambat kanker leukimia (Ito, 2004), obat kanker prostate (Mori, 2006), dan obat diabetes (Razavi, 2006). Selain itu kandungan vitamin C yang cukup tinggi pada cabai dapat memenuhi kebutuhan harian setiap orang. Kandungan komponen “pedas” yang terdapat pada cabai bisa dianalisis dengan menggunakan metoda KCKT untuk penentuan senyawa kapsaisin. Pada sistem KCKT data yang dihasilkan adalah waktu retensi dan luas area dari komponen-komponen sampel (Perucka and Oleszek, 2000).
Analisa kuantitatif pada KCKT dilakukan dengan cara membandingkan luas puncak standar senyawa murni dengan sampel, sedangkan analisa kualitatif pada KCKT dilakukan dengan cara mencari kesamaan komponen kapsaisin sampel dengan standar (Saksit dkk, 2012).



















BAB IV
METODELOGI
4.1    Alat dan Bahan
Alat
Bahan
Seperangkat alat KCKT dan kolom KCKT
Bubuk cabai “Bon Cabe Level 15” dengan No. Batch 8995899250143.
Botol vial
Standar kapsaisin
Kertas perkamen,
Methanol
Kertas saring
Kloroform
Mikropipet dan pipet
Aquadest
Neraca analitik

Sentrifugator


Spatel


Tabung eppendorf,





4.2    Prosedur Kerja
1.      Pengenceran dan penentuan kurva baku standar kapsaisin
a.       Baku standar kapsaisin diencerkan dari konsentrasi 200 ppm menjadi 40 ppm, 20 ppm, 10 ppm, 5 ppm, 2 ppm, dan 1 ppm menggunakan pelarut metanol: air (7 : 3).
b.      Larutan baku ini kemudian dimasukkan ke dalam instrumen KCKT dan diukur pada panjang gelombang 227 nm dan 281 nm untuk ditetapkan kurva baku standar kapsaisin.

2.      Persiapan sampel yang akan dianalisis
a.       Sampel bubuk cabai “Bon Cabe Level 15” (No. Batch: 8995899250143 ) ditimbang sebanyak 1 gram menggunakan neraca digital.
b.      Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi dan ditambahkan dengan kloroform sebanyak 8 ml.
c.       Sampel disentrifugasi selama 5 menit pada kecepatan 3000 rpm sehingga didapatkan supernatan dan endapan.
d.      Supernatan yang diperoleh dipipet kemudian disaring menggunakan kertas saring agar terpisah dari endapan dan dimasukkan ke dalam botol vial.
e.       Supernatan kemudian dikeringkan di dalam ruang asam dengan  menguapkan seluruh kloroform.
f.       Setelah didapatkan sampel kering, ditambahkan 2 ml metanol dan disonikasi selama 5 menit untuk membantu pelarutan.

3.      Analisis sampel dengan instrumen KCKT
a.       Sampel yang telah larut dalam methanol dimasukkan kedalam tabung eppendorf sebanyak 10 μL, lalu ditambahkan 990 μL metanol : air (7 : 3).
b.      Tabung eppendorf disentrifugasi selama 5 menit dan sampel yang telah disentrifugasi dimasukkan ke dalam kolom KCKT sebanyak 1 mL untuk diinjeksikan ke dalam instrumen.
c.       Di dalam instrumen telah disiapkan fase gerak berupa metanol : air (7 : 3).
d.      Kemudian sampel dianalisis dengan cara kolom KCKT dimasukkan ke dalam wadah sampel pada instrumen KCKT, instrumen dinyalakan dan dipilih metode analisis dengan waktu running sekitar 10-15 menit.
e.       Kromatogram yang didapat kemudian dianalisis sehingga dapat diketahui kadar kapsaisin pada sampel.





BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1    Hasil Pengujian
Dalam penelitian kali ini, standar kapsaisin diencerkan dengan berbagai konsentrasi menggunakan pelarut metanol : air (7:3). Standar baku kapsaisin dengan berbagai konsentrasi dimasukkan ke dalam instrument KCKT dan di analisis pada 2 panjang gelombang sehingga menghasilkan 2 kurva baku dengan nilai AUC yang berbeda-beda pula. Panjang gelombang yang digunakan dalam pengukuran adalah 227 dan 281 nm karena panjang gelombang tersebut merupakan panjang gelombang maksimum untuk senyawa kapsaisin. Hasil pengukuran tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini :


                                                
Adapun bentuk grafik yang dihasilkan dari data-data tersebut adalah :
                     
Dari data yang dihasilkan didapatkan persamaan garis y=17101x+4908,4 untuk panjang gelombang 227 nm dan persamaan y=6665,2x -192,14 untuk panjang gelombang 281 nm. Untuk nilai r2, pada panjang gelombang 227 nm didapatkan nilai 0,999, sedangkan pada panjang gelombang 281 nm didapatkan nilai 1. Hal ini menandakan bahwa kurva yang dihasilkan memiliki linearitas yang baik karena nilainya mendekati 1 atau sama dengan 1.

5.2    Preparasi Sampel
Setelah didapatkan persamaan garis untuk menentukan kadar kapsaisin pada sampel, dilakukan preparasi sampel yang dilakukan dengan cara:
1.      Sampel “Bon Cabe” (No Batch 8995899250143) ditimbang sebanyak 1 gram, kemudian sampel tersebut dimasukkan ke dalam tabung sentrifugasi dan ditambahkan kloroform sebanyak 10 ml. (Dalam hal ini, kloroform berperan sebagai zat yang menarik senyawa kapsaisin pada sampel dengan prinsip like dissolve like, dimana kapsaisin yang bersifat non polar akan melarut pada senyawa kloroform yang juga bersifat non polar).
2.      Setelah itu pemisahan kapsaisin dengan komponen lain dalam bubuk cabai dilakukan dengan proses sentrifugasi dan penyaringan supernatan.
3.      Kemudian kloroform diuapkan di ruang asam untuk mendapatkan sampel yang lebih murni tanpa pelarutnya.
4.      Setelah didapatkan sampel kering, ditambahkan 2 ml metanol dan disonikasi selama 5 menit untuk membantu pelarutan.
5.      Sampel yang telah larut barulah dimasukkan ke dalam tabung eppendorf dan ditambahkan dengan fase gerak metanol:air (7:3) yang kemudian akan dianalisis dengan HPLC. Prinsip kerja dari alat HPLC adalah ketika suatu sampel yang akan diuji diinjeksikan ke dalam kolom maka sampel tersebut kemudian akan terurai dan terpisah menjadi senyawa-senyawa kimia (analit) sesuai dengan perbedaan afinitasnya.
Hasil pemisahan tersebut kemudian akan dideteksi oleh detector (spektrofotometer UV) pada panjang gelombang tertentu. Hasil yang muncul dari detektor tersebut selanjutnya dicatat oleh recorder yang biasanya dapat ditampilkan menggunakan integrator atau menggunakan personal computer (PC) yang terhubung online dengan alat HPLC tersebut. Hasil analisis dari KCKT akan diinterpretasikan dalam bentuk kromatogram, dimana terdapat peak dengan nilai AUC yang telah tertera pada kromatogram yang digunakan untuk analisis kuantitatif atau untuk menentukan kadar suatu senyawa.Bentuk kromatogram yang didapatkan dari analisis sampel “Bon Cabe” (No. Batch 8995899250143) adalah sebagai berikut :
Dari hasil tersebut, kadar kapsaisin pada sampel bubuk cabe “Bon Cabe” (No Batch 8995899250143) adalah 2.06 ppm pada panjang gelombang 227 nm dan 16,88 ppm pada panjang gelombang 281 nm. Berdasarkan kromatogram yang dihasilkan, dapat dilihat bahwa pemisahan pada panjang gelombang 281 nm lebih baik dibandingkan dengan pemisahan pada panjang gelombang 227 nm. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya tailing pada pengukuran dengan panjang gelombang 227 nm. Pemisahan pada panjang gelombang 281 nm lebih baik dikarenakan resolusinya lebih tinggi dimana resolusi adalah derajat pemisahan dua komponen campuran.
5.3    Pembahasan
Pada percobaan kali ini, dilakukan penentuan kadar kapsaisin dalam sampel bubuk cabe “Bon Cabe Level 15” (No. Batch 8995899250143) dengan menggunakan metode HPLC. HPLC atau kromatografi cair kinerja tinggi merupakan salah satu teknik kromatografi yang didasarkan pada perbedaan distibusi molekul-molekul komponen di antara dua fasa (fasa gerak dan fasa diam) yang berbeda kepolarannya. Teknik HPLC merupakan satu teknik kromatografi cair-cair yang dapat digunakan baik untuk keperluan pemisahan, pengidentifikasian, maupun analisis kuantitatif yang didasarkan  pada pengukuran luas puncak analit dalam kromatogram yang dibandingkan dengan luas area standar. Menganalisis sesuatu dengan menggunakan suatu instrumen berarti akan membutuhkan standar dalam proses analisanya untuk menentukan kurva baku yang digunakan untuk mendapatkan absorbtifity atau persamaan regresi linier yang nantinya digunakan dalam pencarian suatu kadar zat dalam sampel yang absorbansinya sudah diukur.





BAB VI
PENUTUP
6.1  KESIMPULAN
Kromatografi adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk bermacam-macam teknik pemisahan yang didasarkan atas partisi sampel diantara suatu fasa gerak yang bisa berupa gas ataupun cair dan fasa diam yang juga bisa berupa cairan ataupun suatu padatan.
Kromatografi cair berperforma tinggi (high performance liquid chromatography, HPLC) merupakan salah satu teknik kromatografi untuk zat cair yang biasanya disertai dengan tekanan tinggi. Cairan yang akan dipisahkan merupakan fasa cair dan zat padatnya merupakan fasa diam (stasioner).
Untuk zat-zat yang labil pada pemanasan atau tidak menguap, KCKT adalah pilihan utama. Waktu analisis umumnya kurang dari 1 jam, ideal untuk zat bermolekul besar dan berionik dan mudah rekoveri sampel.
Kapsaisinoid adalah kelompok senyawa amida dari vanililamin dengan asam lemak rantai bercabang yang merupakan penyebab rasa pedas dari cabai. Pengujian kandungan kapsaisin pada sampel dilakukan dengan tiga tahap, yaitu penentuan kurva baku standar, preparasi sampel cabai dan analisis sampel dengan istrumen KCKT. Penentuan kurva baku standar kapsaisin dilakukan dengan cara mengencerkan standar kapsaisin dari konsentrasi 200 ppm menjadi 40 ppm, 20 ppm, 10 ppm, 5 ppm, 2 ppm, dan 1 ppm menggunakan pelarut metanol: air (7 : 3). Sampel pengujian dipersiapkan dengan cara mencampurkan bubuk cabai dan kloroform sebanyak 8 ml yang disentrifugasi selama 5 menit pada kecepatan 3000 rpm, kemudian supernatan yang dihasilkan dalam proses sentrifugasi dimasukkan kedalam vial dan dikeringkan hingga seluruh kloroform menguap. Sampel yang diperoleh diuji dengan menggunakan KCKT. Berdasarkan kromatogram hasil pengujian dengan menggunakan KCKT, didapatkan nilai AUC sebesar 40195 pada 227 nm dan 112344 pada 281 nm. Kadar kapsaisin pada sampel bubuk cabe “Bon Cabe” (No Batch 8995899250143) yang ditentukan melalui nilai AUC adalah 2,06 ppm pada panjang gelombang 227 nm dan 16,8 ppm pada panjang gelombang 281 nm.
Panjang gelombang yang digunakan dalam pengukuran adalah 227 dan 281 nm karena panjang gelombang tersebut merupakan panjang gelombang maksimum untuk senyawa kapsaisin. Dapat diketahui pula bahwa pemisahan senyawa kapsaisin pada panjang gelombang 281 nm lebih baik dibandingkan pemisahan senyawa pada panjang gelombang 227 nm.

6.2  SARAN
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan lebih focus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak dan bermanfaat yang tentunya dapat dipertangung jawabkan. Untuk saran bisa berisi kritikan dan saran terhadap penulisan dan bisa untuk menanggapi dari kesimpulan pada bahasan makalahyang telah dijelaskan. Penulis juga berharap agar makalah yang telah dibuat dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi pembacanya.









DAFTAR PUSTAKA
·         Ahmad, M., dan Suherman 1995. Analisis Instrumental. Airlangga University Press. Surabaya.
·         Ahmad, M., dan Suherman. 1991. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Airlangga University Press. Surabaya.
·         Bahti. 1998. Teknik Pemisahan Kimia dan Fisika. Universitas Padjajaran. Bandung.
·         Bassett, J., R.C. Denney, G.H. Jeffery, dan J. Mendham, 1994, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
·         Cairns, Donald. 2004. Intisari Kimia Farmasi Edisi 2. Jakarta:EGC
·         Day, R.A dan Underwood, A.L., 2002, Analisis Kimia Kuantitatif, Erlangga, Jakarta.
·         Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Farmakope Indonesia Edisi III 1979, Departemen Kesehatan R.I Jakarta
·         Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, Farmakope Indonesia Edisi IV 1995, Departemen Kesehatan R.I Jakarta
·         Ito K., Nakazato T., and Yamato K., "Induction of Apoptosis in Leukemic Cells by Homovanillic Acid Derivative, Kapsaisin, through Oxidative Stress: Implication of Phosphorylation of p53 at Ser-15 Residue by Reactive Oxygen Species," Cancer Research, 64 (3): 1071 1078, 2004.
·         Johnson, E. L. and Steven son, R (1978). Basic liquid chromatography. Varian, California
·         Khopkar, S.M., 2008, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI Press, Jakarta.
·         Lindsay, S. 1992. High performance liquid chrotomagraphy.second edition, John Wiley &Sons, Chischer, New York, Brisbane, Toronto, Singapore
·         Mori A., Lehmann S., and O'Kelly J, "Kapsaisin, a Component of Red Peppers, Inhibits the Growth of Androgen- Independent, p53 Mutant Prostate Cancer Cells," Cancer Research, 66(6):32223229, 2006

·         Perucka, I. W., and Oleszek. 2000. Extraction and Determination of Capsaicinoids in Fruit of Hot Pepper Capsicum Annum L. By Spectrophotometry and High Performance Liquid Chromatography, Food Chem, 71, 287-291.
·         Razavi R., Chan Y., Afifiyan F.N., Liu X.J., Wan X., and Yantha J., "TRPV1+ Sensory Neurons Control Beta Cell Stress and Islet Inflammation in Autoimmune Diabetes," Toronto, Canada, Cell. 15;127(6):1123-35, 2006.
·         Rucker, G 1988. Instrumentelle pharmazeutische Analytik : lehbuch zu spektroskop, chrotograph.u. elektrochem.Analysemethoden/von G. Rucker. M. Neugebauer ; G.G. Wilems . Stuttgart : Wiss. Verl – Ges., Germany
·         Saksit, C., Jureerat J., and Suchila, T. 2012. Determination of Capsaicin and Dihydrocapsaicin in Some Chili Varieties using Accelerated Solvent Extraction Associated with Solid-Phase Extraction Methods and RP HPLC Fluorescence, Coden Ecjhao, 9, 1550-1551.
·         Sanatombik K. and G.J. Sharma, "Kapsaisin Content and Pungency of Different Capsicum spp. Cultivars," Department of Life Sciences, Manipur University, India, 36 (2), 2008.
·         Snyder, L. R and Kirkland J.J 1979. Introduktion to modern liquid chromatography. second edition.John Wiley & Sons.Inc NewYork, Chihester, Briebane, Toronto, Singapore
·         Sukrasno, et al. 1997. Kandungan Kapsaisin dan Dihidrokapsaisin Pada Berbagai Buah Capsicum. JMS Vol.2 No.1 hal 28-34